Indonesia Batalkan Bidding Tuan Rumah Piala Dunia 2034, Ini Kritik MSBI terhadap PSSI
Advertisement
Harianjogja.com, SLEMAN—PSSI memastikan Indonesia batal bidding sebagai tuan rumah Piala Dunia 2034 dan mengalihkan dukungan kepada Arab Saudi.
Awalnya Indonesia ingin menjadi bidding tuan rumah bersama Piala Dunia 2034 dengan Australia. Komunikasi untuk hal ini juga sudah berjalan. Namun Indonesia akhirnya mundur.
Advertisement
"Kan sudah disampaikan bahwa kami ingin bidding dengan Australia, tetapi dihitung-hitung karena persiapan mepet dan [daftar] bidding-nya [terakhir] 31 Oktober," kata Erick, Kamis (26/10/2023).
Terkait dengan hal itu, Masyarakat Sepak Bola Indonesia (MSBI) mengaku alasan tersebut tak masuk akal.
Ketua Umum MSBI, Sarman El Hakim mengakui alasan Erick Thohir mundur dari bidding tuan rumah Piala Dunia 2034 tidaklah beralasan.
Menurut dia, dengan masa satu dasawarsa, lebih dari cukup bagi Indonesia untuk mempersiapkan diri. “Apanya yang tidak siap? Infrastruktur kita ada,” kata Sarman saat ditemui dalam jumpa pers Maklumat 100 Tahun Perjuangan Sepak Bola Indonesia (1930-2030) di Ndalem Soeratin, Minggu (29/10/2023).
Selain itu, momentum tuan rumah Piala Dunia 2034 seharusnya bisa menjadikan langkah besar bagi PSSI untuk melakukan reformasi sistem pembinaan sepak bola mulai sekarang. “Jika pembinaan berjenjang sejak usia dini ditata mulai sekarang, 10 tahun lagi, saat kita jadi tuan rumah, kita akan bisa menikmati timnas yang memang dihuni oleh pemain-pemain asli binaan kita sendiri, bukan naturalisasi seperti sekarang,” kata pria yang pernah menjadi Calon Ketua Umum PSSI periode 2019-2023 itu.
Selain itu, kesempatan menjadi tuan rumah Piala Dunia untuk jenjang senior, tentu saja tidak hanya berdampak pada pembangunan kualitas sepak bola saja, tetapi juga aspek lainnya, salah satunya adalah kesejahteraan masyarakat.
“Bayangkan, jika penyelenggaraan digelar di beberapa provinsi, maka perekonomian di provinsi-provinsi itu akan bangkit bersama-sama,” kata Sarman.
Oleh sebab itu, kata dia, jika sampai tenggat waktu pencalonan tuan rumah Piala Dunia 2034 pada 31 Oktober mendatang, PSSI tetep kukuh membatalkan bidding dan menyerahkan dukungan kepada Arab Saudi, maka MSBI akan menggelar aksi.
Spirit Soeratin
Tak hanya soal keputusan PSSI soal pembatalan bidding Piala Dunia, MSBI juga menyoroti soal kondisi sepak bola Tanah Air saat ini.
Salah satu yang menjadi sorotan Sarman adalah soal kebijakan naturalisasi. Menurut dia, kebijakan naturalisasi pemain sepak bola di Indonesia sudah melampaui batas.
Hal yang paling ia sesali adalah pembentukan skuad Timnas U-17 Indonesia yang akan berlaga di Piala Dunia U-17 2023. Dalam skuad tersebut, PSSI dan tim pelatih justru sibuk mencari pemain diaspora untuk dinaturalisasi.
“Kalau kita merujuk pada spirit Soeratin [Soeratin Sosrosoegondo] saat membentuk PSSI, semangat beliau saat itu adalah nasionalisme. Bahwa sepak bola Indonesia, ya untuk masyarakat Indonesia,” ucap Sarman.
BACA JUGA: Libatkan FIFA dan JFA, PSSI Tingkatkan Kualitas Wasit Indonesia
Berdasarkan catatan sejarah, Soeratin Sosrosoegondo merupakan sosok yang memprakarsai terbentuknya PSSI. Beliau adalah salah satu lulusan Sekolah Teknik Tinggi di Heckelenburg, Jerman pada 1927 yang kembali ke Tanah Air pada 1928.
Sekembalinya di Indonesia, Soeratin bekerja di perusahaan Sizten en Lausada milik Belanda yang berpusat di Yogyakarta, tetapi hanya sebentar. Bermula dari hobinya bermain sepakbola, Soeratin menyadari potensi olahraga ini sebagai media yang dapat mempersatukan bangsa untuk melawan penjajah.
Kemudian, Soeratin menggelar pertemuan pribadi bersama segenap tokoh sepakbola di Solo, Yogyakarta, dan Bandung demi tidak terendus oleh Belanda. Selanjutnya, terciptalah gagasan untuk membentuk organisasi yang menyatukan sepakbola di Indonesia. Beberapa tokoh pergerakan nasional yang terlibat antara lain Daslam Hadiwasito, Amir Notopratomo, A Hamid, Soekarno (bukan Bung Karno), dan lain-lain.
Saat pertemuan kembali digelar pada 19 April 1930, resmi berdiri PSSI (Persatoean Sepakraga Seloeroeh Indonesia). Nama PSSI ini kemudian diubah menjadi Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia dalam kongres PSSI di Solo 1950. Soeratin lalu diumumkan sebagai Ketua Umum PSSI yang pertama.
Oleh karena itu, melalui momentum 100 Tahun Perjuangan Sepak Bola Indonesia, dia bermaksud mengingatkan kembali agar spirit besar Soeratin itu kembali ditegakkan dalam upaya pengembangan sepak bola Tanah Air.
Salah satunya, kata pengusaha kelahiran Bukittinggi, Sumatra Barat itu, adalah dengan menciptakan sepak bola yang tidak diskriminatif. “Sepak bola kita saat ini sangat diskriminatif. Bayangkan saja, aturan standar tinggi badan minimal Timnas U-17 ditetapkan 170 cm. Padahal postur tubuh masyarakat kita kan tidak semuanya begitu,” kata Sarman.
Terkait dengan hal ini, kesalahan fatal PSSI adalah menjadikan Eropa sebagai kiblat corak bermain sepak bola. Padahal, menurut dia, mulai dari postur tubuh hingga kultur masyarkat hingga gaya bermain, sepak bola Indonesia sangat jauh berbeda dengan Eropa.
“Jadi kalau bentuk timnas, ya harus adil. Merangkul semua wilayah di negara ini. Contoh, kalau cari striker yang full determinasi, cari ke Papua, kalau cari bek yang kokoh, cari ke Sulawesi dan Nusa Tenggara, cari gelandang energik bisa ke Ambon, kalau mau yang tipe flamboyan, bisa cari di Pulau Jawa.”
Dengan tidak mengadopsi gaya permainan Eropa, predikat Indonesia sebagai magnet sepak bola di Asia Tenggara tetap tak terpengaruh. “Itulah, menurut saya, kesalahan fatal kita selama ini kan kita selalu mengikuti apa kata pasar. Padahal dengan potensi negara ini, kita justru bisa menciptakan pasar, tidak melulu ikut pasar. Federasi harus peka ini, harus paham betul apa itu industri sepak bola.”
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Pemerintah Inggris Dukung Program Makan Bergizi Gratis Prabowo-Gibran
Advertisement
Ini Lima Desa Wisata Paling Mudah Diakses Wisatawan Menurut UN Tourism
Advertisement
Berita Populer
- Pilkada Bantul: TPS Rawan Gangguan Saat Pemungutan Suara Mulai Dipetakan
- BPBD Bantul Sebut 2.000 KK Tinggal di Kawasan Rawan Bencana Longsor
- Dua Bus Listrik Trans Jogja Senilai Rp7,4 Miliar Segera Mengaspal
- Akan Dipulangkan ke Filipina, Begini Ungkapan Mary Jane Veloso
- Lima Truk Dam Asal Jogja Buang Sampah ke Saptosari Gunungkidul, Sopir Diamankan Polisi
Advertisement
Advertisement