Advertisement
Kisah Legenda PSIM Jogja Melius Mau: Timnas hingga Sisi Gelap Sepak Bola

Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA—Seorang pria lansia tengah duduk santai di teras rumahnya yang sederhana di wilayah Kalasan, Sleman. Dialah Melius Mau, legenda hidup PSIM Jogja yang dikenal dengan julukan “ora duwe udel” atau tidak punya pusar, karena stamina dan semangatnya yang tak pernah habis di lapangan.
Pria kelahiran Nusa Tenggara Barat, 28 Mei 1948 ini adalah ikon sejati PSIM. Selama lebih dari dua dekade, Melius tidak hanya menjadi pemain inti, tetapi juga simbol kesetiaan dan ketangguhan. Ia bergabung dengan PSIM sejak tahun 1968 dalam usia 18 tahun, dan gantung sepatu pada 1989 di usia 42 tahun. rekor yang belum terpecahkan hingga kini.
Advertisement
Selama masa keemasannya, ia pernah menjadi top skor Divisi I PSSI dengan 13 gol dan sempat menolak tawaran dari klub-klub besar seperti Persija Jakarta, PSMS Medan, dan Persebaya Surabaya. Ia tahu, di Jogja, dirinya akan menonjol dan peluang ke timnas lebih besar.
BACA JUGA: Sumur Minyak di Blora Terbakar, 1 Orang Tewas
“Saya selama main memang bertekad untuk masuk Tim Nasional. Sejak masuk Jogja, saya tekad harus masuk PSIM junior, setelah junior harus senior, setelah senior harus nasional, dan itu terbukti,” ujar Melius saat ditemui di kediamannya di Kalasan, Sleman, Sabtu (2/8/2025).
Memikat Sultan HB IX
Tahun 1975 menjadi tonggak bersejarah lain ketika ia dipanggil membela timnas Indonesia di ajang King’s Cup, Thailand. Meski Indonesia terpuruk di dasar klasemen, Melius dinobatkan sebagai salah satu dari empat pemain terbaik turnamen. Ia bahkan mencetak dua gol saat melawan tuan rumah Thailand, meski akhirnya kalah 3-2.
Melius masih mengingat betul momen dirinya berpartisipasi dalam turnamen tersebut. Ia bahkan masih menyimpan potongan surat kabar internasional yang membahas laga melawan Thailand, dan menceritakan laga itu secara detail.
Prestasinya itu turut memikat perhatian Sri Sultan Hamengkubuwono IX, yang menyaksikan langsung permainannya di ajang PON di Jakarta. Hubungan personal antara Melius dan Sultan begitu membekas, terutama saat Sultan membantu biaya kuliahnya yang sempat tersendat.
“Sultan bilang ‘Yang penting kamu lulus, pengorbananmu buat Jogja itu terlalu berlebihan. Bukan asli Jogja tapi kamu bela-belain PSIM sampai kuliahmu berantakan’,” tutur Melius.
Meski bukan asli Jogja, Melius mengaku sangat berutang budi kepada masyarakat Jogja dan pengurus PSIM yang menurutnya selalu memperjuangkan nasib pemain. Di luar lapangan, ia sempat bekerja sebagai pegawai Lapas Wirogunan, sebelum akhirnya mendapat izin khusus saat dipanggil membela timnas untuk Pra-Olimpiade.
Pratama Arhan
Sebagai striker, Melius dikenal memiliki sundulan mematikan. Ia bahkan mengklaim bisa melompat lebih tinggi dari mistar gawang. “Saya sering latihan khusus heading, jadi saya latihan sendiri cuma buat sundul bola. Ada 500 kali saya latihan heading setiap hari,” katanya.
Di era saat ini, ia menyebut Pratama Arhan sebagai sosok yang bisa melengkapi gaya mainnya andai mereka bermain bersama. Dengan lemparan ke dalam Arhan yang panjang dan akurat, ia yakin akan mencetak lebih banyak gol dari sundulan.
“Sekarang di timnas ada Arhan, yang lemparan ke dalamnya bagus itu, kalau saya masih main sekarang dan ada Arhan, saya yakin bisa cetak banyak gol sundulan dari lemparannya,” tandasnya.
Perjalanan Melius di dunia sepak bola tak bisa dibilang biasa. Awalnya, ia bermain sebagai kiper dan kemudian bek. Tapi pergeseran posisi ke striker mengubah segalanya, termasuk hidupnya.
Melius mengungkapkan dirinya hanya sebentar di PSIM junior, performa luar biasanya membuat ia langsung naik ke tim senior dalam waktu enam bulan. Salah satu momen paling berkesan terjadi saat PSIM membantai Persitem Temanggung 15-0, dan tujuh gol dicetak oleh Melius seorang diri.
“Dari situ terus orang Jogja bilang ‘wah ini bibit unggul PSIM sudah ada.’ Itu masih awal-awal di PSIM, belum ada umur 20 tahun saya,” kenangnya.
Kenangan akan kerasnya persaingan juga melekat di benaknya, terutama saat melawan Persija dan PSMS Medan, yang dinilainya sebagai lawan terberat. Tapi di level internasional, tantangan sesungguhnya datang dari Korea Selatan. Menurutnya, pemain Korsel memiliki kedisiplinan tinggi hingga ke pola makan.
“Mereka itu disiplinnya tinggi. Malah mereka makan bawang putih mentah-mentah, terus saya ikutin mereka makan bawang putih,” kisahnya sambil tertawa.
Sisi Gelap Sepak Bola
Namun di balik cerita-cerita kejayaan, Melius juga mengungkap sisi gelap dunia sepak bola, terutama soal praktik suap. Ia mengaku beberapa kali ditawari uang dengan jumlah besar agar mengalah atau tidak mencetak gol, namun semua ia tolak dengan tegas.
“Penyuap itu banyak, mereka bilang ‘Om ngalah ya, jangan buat gol saya bayar sekian’, saya bilang gak, kalau saya harus buat gol ya saya buat gol. Gak mau saya dibayar gak buat gol. Bayar saya silahkan tapi bayar saya buat cetak gol,” tegasnya.
Melius bahkan pernah dimarahi karena mencetak gol di pertandingan yang tidak menentukan. “Saya pernah dimarahin karena cetak satu gol, ‘kamu gak mau uang kah? Kita ada taruhan ini kasih aja mereka menang, udah gak ada pengaruhnya ke kita’. Tapi saya bilang gak, saya gak peduli, yang penting saya cetak gol.”
Menurutnya, kehancuran sepak bola kerap disebabkan oleh budaya suap, termasuk titipan dalam seleksi pemain. Ia juga menyayangkan praktik pelatih yang menerima uang dari orang tua pemain demi meloloskan anaknya.
BACA JUGA: BPS Nonaktifkan Ahmad Hanafi Pelaku Pembunuhan Pegawainya
“Hancurnya sepak bola itu karena suap suap itu. Contohnya kalau ada seleksi pemain, itu sering orang tua nitip, pelatihnya dikasih duit. Kalau saya yang melatih gak mau, kalau bagus ambil, gak bagus ya gak diambil,” ujarnya.
Kini, di usianya yang ke-77, Melius tetap berdiri tegak di sisi lapangan, meniup peluit, memberi instruksi, dan menanamkan semangat sportif kepada generasi muda.
Tiga kali dalam seminggu, ia kini melatih anak-anak di Sekolah Sepak Bola (SSB) yang dikelolanya di lapangan sekitar tempat tinggalnya. Ia mungkin tak lagi mencetak gol, tapi jejaknya masih tertanam dalam-dalam di sejarah sepak bola Jogja.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Advertisement

Sagon Wiyoro, Produsen Sagon Legendaris Berusia 70 Tahun
Advertisement
Berita Populer
- Jadwal Bus Sinar Jaya Jurusan Malioboro ke Parangtritis Minggu 17 Agustus 2025
- Jadwal KA Bandara YIA Xpress Minggu 17 Agustus 2025: Stasiun Tugu, Wates dan YIA
- Prakiraan Cuaca di Hari Kemerdekaan RI ke-80: Seluruh DIY Cerah
- Jadwal KA Bandara Minggu 17 Agustus 2025, Berangkat dari Stasiun Tugu
- Jadwal Kereta Api Prameks Minggu 17 Agustus 2025
Advertisement
Advertisement